Selasa, 01 Juli 2014

Rindu Kala Hujan




Aku berdiri terdiam dia atas trotoar ini, bertemankan hujan. Ku abaikan suara-suara bising lalu lalang kendaraan. Ku tutup mataku, mencoba mengingat tentang dirimu. Aku ingat saat itu, senyum itu, tatapan teduhnya, tawa lepasnya. Ya aku mencoba mengingat kehadiranmu disini. Aku sangat menyayanginya namun Tuhan berkehendak lain. Dia mengambil kau dariku. Namun ku coba untuk ikhlas. Hujan selalu mengingatkanku tentangmu, tentang semua yang telah kita alami bersama.
Dengan hati-hati kulangkahkan kakiku, menyusuri trotoar ini mencoba mengingat semua tentangmu dan kenangan kita. Sekelebat bayangan masa dimana kita pertama bertemu bertengger dengan manis di memoriku. Kita bertemu di trotoar ini, dimana saat itu kau menolongku dari segerombolan preman brandal yang mencoba menggangguku. Dengan gagahnya kau melawan preman-preman itu, sehingga mereka pun pergi dengan tak berdaya. Ku lihat ada darah yang keluar dari sudut bibirmu, ku keluarkan sapu tangan dari tasku, ku bersihkan darah itu dengan sapu tangan dan air hujan. Ya saat itu hujan. Ku ucapkan terima kasih padamu yang telah menolongku, dimulai dari situlah kita menjadi dekat dan aku mengetahui namamu. Kau memberikan perhatianmu yang lebih denganku, kita sering pulang bersama menyusuri trotoar ini. Bila kau mendekati diriku hatiku rasa sesuatu, bila kau senyum pada diriku hatiku rasa tak menentu. Ya aku menyayangimu tanpa kau sadari. Betapa bahagianya aku saat kau mengungkapkan rasa yang ada di hatimu itu, ya kau juga menyayangiku.
Di trotoar ini kau mengungkapkan semua rasa yang kau miliki untukku. Aku senang karena rasaku tidak bertepuk sebelah tangan seperti Dewa 19. Kau menerima semua kekurangan yang ada dalam diriku, dan ku terima kau dengan sejuta kekurangan yang ada dalam dirimu. Kita saling melengkapi satu sama lain. Aku bahagia saat bersama denganmu, kata-kata motivasi yang sering kau berikan untukku selalu menjadi obat penyemangat tersendiri untukku. Aku sangat bahagia kasih.
Langkahku terhenti saat berada di depan tempat duduk yang biasa kita duduki, dulu. Aku melihat sekeliling tak ada yang berubah dengan tempat ini, masih sama seperti  5 bulan lalu. Saat kuarahkan pandanganku ke tempat duduk itu lagi, aku melihat sekelebat bayangan, sepasang kekasih yang saling bercerita saat seharian di sekolah, ada canda dan tawa yang menyelimuti suasana keduanya. Bahagia sekali pasangan kekasih itu. Itu bayangan kita kasih, sungguh bahagianya aku saat itu.
Tes tes tes, sebutir dua butir dan makin banyak mutiran butiran air mata keluar dari mataku tanpa kuinginkan. Ku lanjutkan jalanku, ku biarkan langkah kakiku akan membawa kemana diri yang rapuh ini. Ku biarkan air mataku tetap menetes bersama hujan, tanpa keinginan untuk menghapusnya.  
Tanpa kusadari langkah kakiku mengajakku ke tempat ini, ya jembatan penyebrangan yang telah rusak ini. Air mataku kembali menetes, semakin deras dan semakin deras. Dulu 5 bulan yang lalu, saat kita pulang bersama akan menyebrang menggunakan jembatan penyebrangan ini kala hujan. Tanpa kita sadari jembatan yang telah tua dan rapuh itu akan semakin rapuh saat kita menggunakannya. Ya jembatan itu roboh tepat saat kau berada di tengah tengah sementara aku baru menapaki 2 anak tangga. Kau menjerit memanggil namaku, menyuruhku untuk segera turun dan menjauh dari jembatan itu, aku pun mengikuti perintahmu. Saat aku berada jauh dari jembatan itu aku melihatmu, jatuh dari jembatan yang tinggi itu, terlindas truk yang mengangkut pasir. Aku melihat itu semua. Aku menangis, memanggil namamu dengan keras. Ku berlari menghampiri dirimu yang berlumuran darah dengan air mata di pipi ini.
Ku lihat tubuhmu tak berdaya di tengah jalan itu, aku memangku kepalamu, ku panggil-panggil namamu, kau mendengarku, kau tersenyum kepadaku sembari berbicara “teruskan hidupmu sayang, raihlah cita citamu, aku akan selalu menjaga hatimu. Jangan menangis hanya karenaku” itu kata-kata terakhir  yang kudengar dari suara indahmu, kau pergi dengan senyum manis.
Aku berdusta padamu, aku mengingkari janjiku padamu. Ya aku masih selalu menangis kala aku merindukanmu, kala aku mengingat semua tentangmu dan kenangan kita. Namun aku yakin Tuhan akan memberikan tempat terindah untuk orang sebaik kamu. Biarkan kisah kita membias diantara waktu, biarkan aku lenyapkan sang penulis kisah, tanpa kamu, akan ada kisah baru, kisah yang bahkan lebih baik. Dan kiini, biarkan aku menyederhanakan rinduku, mengemasnya dalam doa, dan berharap akan terlaksana diwaktu yang indah, pada saat yang tepat. Tanpa pernah  kau hadir kembali menemui dan menemai hari-hariku

0 komentar:

Posting Komentar